ASPD DIY harus Semakin Istimewa

ASPD DIY harus Semakin Istimewa

oleh : Joko Sutikno, M.M.*)

Menjelang pengumuman kelulusan SMP, ASPD di DIY dalam beberapa hari menjadi viral karena eksitensinya akan dievaluasi oleh Kementrian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi. ASPD menjadi semakin istimewa karena menjadi satu satunya kegiatan dengan standar internasional namun hanya dilaksanakan oleh daerah setingkat propinsi. Dikatakan standar internasional karena dilaksanakan dengan berbasis Literasi dan Numerasi sebagaimana PISA dilaksanakan. Mengapa ASPD menjadi penting, karena Assesment adalah salah satu unsur dalam pendidikan. Pendidikan tanpa Assesment menjadi sesuatu yang tidak masuk akal. Meskipun kelulusan SMP tidak ditentukan oleh ASPD.

Berdasar Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional jelas salah satu tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Selanjutnya untuk mengetahui bahwa seseorang itu dikatakan cerdas dibutuhkan alat atau instrument asesmen dengan tingkat kesulitan yang telah disesuaikan dengan usia perkembangan anak maupun jenjang sekolah. Apapun alasannya menjadi lucu ketika kenaikan jenjang kelas, maupun kelulusan tidak melalui asesmen namun hanya mengandalkan proses semata karena asesmen akhir tahun dan akhir semester merupakan bagian dari uji daya ingat dan ketahanan fisik baik dilaksanakan secara mandiri ataupun bersama-sama. Asesmen secara psikologis memberikan dorongan kepada siswa untuk belajar lebih kuat, lebih serius dan mengabaikan kegiatan lain agar hasil asesmen hasilnya baik atau terbaik. Asesmen memberikan dampak tidak hanya pada nilai tetapi semangat kerja yang tinggi, kejujuran dan tanggung jawab. Sangat tidak relevan ketika pada jenjang sekolah dasar, sekolah menengah tidak pernah ada asesmen akhir tahun, ujian sekolah maupun ujian nasional tetapi ketika masuk perguruan tinggi mereka harus menjalani tes akademik (UTBK).

Hasil Capain berbagai Assesment menunjukan Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki kualitas pendidikan yang baik untuk ukuran Indonesia. Jika berdasar badan pusat statistic,  indek pendidikan berbasis Propinsi, Daerah Istimewa Yogyakarta selalu menduduki peringkat tertinggi disusul Daerah Kusus Ibu Kota Jakarta.Realitas seperti ini bagi segenap stake holders pendidikan di Yogyakarta harus mampu mempertahankan dan berinovasi agar Yogyakarta memiliki kurikulum yang jauh lebih baik, kurikulum yang memberikan ruang kepada semua kebutuhan pendidikan seperti pengembangan dan perluasan pengetahuan dan teknologi, pengembangan berbagai keterampilan dan pengembangan kekhasaan budaya Yogyakarta. Menjadi tidak produktif jika Yogyakarta menjalankan kurikulum yang sama dengan daerah-daerah lain yang notabene jauh di bawah Yogyakarta, mohon maaf bukan berarti mengecilkan daerah lain. Selaras dengan kurikulum merdeka dimana setiap anak memiliki kekhasan sehingga harus diberi layanan secara berbeda, maka Yogyakarta juga memiliki kekhasan seperti budaya dan raihan prestasi indek pendidikan tertinggi perlu memiliki perlakuan yang khusus pula, contohnya diberi kesempatan untuk menyelenggarakan kurikulum yang mengakomodir kebutuhan masyarakat Yogyakarta tanpa mengesampingkan kualitas pendidikan itu sendiri seperti capaian asesmen literasi berbasis pisa, peserta didik yang cerdas dan unggul dan berbudaya Yogyakarta.


Sebagai alat ukur yang akan menjadi indicator ketercapaian mutu pendidikan salah satunya adalah asesmen yang mampu mengukur: 1) Kecerdasan numerik, 2) kecerdasan linguistic 3) kecerdasan science dan skill. Alat ukur tersebut sangat dibutuhkan guna membina peserta didik menjadi cerdas, terampil dan beraklak mulia. Maraknya “klithih” kumpulan remaja yang senang berkeliaran melakukan berbagai tindak kriminal sempat mencoreng pendidikan di Yogyakarta, dunia dibuat terbelalak betapa tidak? Mungkin ada sebagaian masyarakat bertanya, apakah ini  bagian produk pendidikan? Untuk mengetahui secara detil perlu penelitian, tetapi pelaku yang umumnya adalah remaja usia sekolah, maka anggapan itu bisa benar, tetapi kita juga harus paham kalau proses pendidikan itu terjadi di tiga tempat yaitu, di sekolah, di rumah dan di masyarakat.  Apabila kita mengikuti info diberbagai media kriminalitas remaja tidak hanya ada di Yogyakarta tetapi hapir di seluruh wilayah Indonesia, berarti masalah ini tidak hanya masalah pendidikan di Yogyakarta tetapi masalah pendidikan di seluruh Indonesia.

Seandainya pemerintah pusat mengizinkan Yogyakarta mengembangkan kurikulum menjadi kurikulum merdeka berbasis budaya Yogyakarta dengan tetap mengedepankan keunggulan literasi, implementasi budaya dan memberikan kebebasan asesmen Insya Alloh Yogyakarta akan mampu menjadi lebih baik dari yang ada sekarang ini, dan Yogyakarta akan mampu menjadi barometer pendidikan di Asia Tenggara. Kesimpulannya asesmen (ASPD) harus makin istimewa sebagai upaya meningkatkan kompetensi peserta didik di Yogyakarta. Eksistensinya tetap dibutuhkan karena hasil asesmen tersebut akan menjadi bekal perbaikan dan pengembangan pendidikan serta mendidik peserta didik bekerja keras, berjuang menjadi yang terbaik dan bertanggung jawab terhadap apa yang mereka kerjakan. Apabila instrument dianggap salah maka instrument yang harus diperbaiki bukan mengubah system.

*)Kepala SMP N 2 Sleman

Sekilas info PPDB SMPN 3 DEPOK


MAJU Bersama SMP N 3 Depok, Berkembang menjadi Sedigit(Sekolah Digital)

  1. Siswa belajar dengan Perangkat Digital (Ipad/Tablet, Laptop, Gadget)

  2. Setiap kelas terhubung dengan sumber belajar Digital

  3. Sistem Informasi dan komunikasi Digital

SMP N 3 Depok, Semarak Berprestasi

  1. Sekolah Milenial Ramah Anak berprestasi

  2. Berpresatsi hingga lulus menguasai minimal satu life skil/prestasi

  3. Sekolahnya di SMP N 3 Depok, belajarnya dimana mana

  4. SMP N 3 Depok tempat menyekolahkan anak bukan tempat membuang anak ke sekolah